MOZAIK HUMANIORA
ISSN 2442-8469
Vol. 16 / No. 1 / Published : 2016-01
Order : 5, and page :54 - 69
Related with : Scholar Yahoo! Bing
Original Article :
Empowering transgender ludruk artists in hiv/aids prevention program
Author :
- Maimunah*1
- Dosen Fakultas Ilmu Budaya
Abstract :
AbstrakKomunitas waria seniman ludruk selama ini berada pada posisi yang termarginalkan dalam program penanggulangan HIV/AIDS. Mereka jarang dilibatkan dalam program pemberdayaan pemerintah karena dianggap bukan termasuk populasi kunci. Akan tetapi, realitas menunjukkan bahwa ketika tanggapan sepi, sebagian waria seniman menjadi pekerja seks komersial. Penelitian ini bertujuan untuk menggali pentingnya meningkatkan feminine skills waria seniman karena program penanggulangan HIV/AIDS di kalangan waria tidak akan berhasil tanpa kemandirian secara ekonomi. Dalam bingkai penelitian kualitatif, data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan para seniman waria Ludruk Irama Budaya dan Karya Budaya di Mojokerto. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ludruk Karya Budaya menjadi contoh yang baik dalam memberikan kesejahteraan pada para anggotanya. Beberapa inovasi on-stage yang telah mereka lakukan adalah manajemen pemasaran yang mengombinasikan pola tradisional dan modern sepertinyebeng, sepelen, dan tedean. Mereka juga melakukan inovasi cerita dengan menekankan unsur komedi. Pola pemasaran juga mengandalkan media internet terutama melalui website dan blog sehingga para penggemar mengetahui jadwal pementasan dengan mudah. Hal ini belum dilakukan oleh Ludruk Irama Budaya di Surabaya yang mengalami persoalan internal serius yang mengancam keberlanjutan kelompok ludruktobongan tertua ini. Inovasi Off-stage yang selama ini dilakukan para waria seniman untuk tetap mandiri secara ekonomi adalah melalui penguatan keterampilan feminin (feminine skills) seperti menjahit, salon, dan wirausaha sehingga mereka mandiri secara ekonomi.Kata kunci: HIV/AIDS, ludruk, pemberdayaan, wariaAbstractThe community of transgender ludruk artists is frequently marginalized in HIV and AIDS prevention programs in East Java. They are often excluded in government regular empowerment programs because they are not categorized as key population. Some of them frequently engage in paid sex activities whenludruk performance is in low season. The main objective of this research is to explore the importance of improving the capacity building of transgender ludruk artists, particularly their feminine skills. This research is based on the hypothesis that HIV/AIDS prevention program will be effective and successful if the transgender ludruk artists are economically independent. Within qualitative research framework, the data were collected using in-depth interviews to artists in Ludruk Irama Budaya in Surabaya and Karya Budaya in Mojokerto. The study finds that ludruk Karya Budaya is a good prototype of management system in the effort to improve the financial independence and well-being of its members. Some successful stories on stage innovation are combining traditional and modern marketing management such as nyebeng, sepelen,and tedean. Another innovation is improving the story narrative of the stage performance in a more comical way to entertain the audiences. Lastly, they also improve the marketing system in using social media, such as internet, to promote their schedule performance to the young generation. These attempts, unfortunately, has not been done by Surabaya based Ludruk Irama Budaya, which are facing internal difficulty that potentially ruins their future. Off-stage innovations are also done in improving waria’s feminine skills such as knitting and hair dressing so that they can be more economically independent.Keywords: HIV/AIDS, empowerment, ludruk, transgender
Keyword :
HIV/AIDS, empowerment, ludruk, transgender,
References :
Boellstorff, Tom,(2004) “Playing Back the Nation: Waria, Indonesian Transvestites.” (2): 159-195. : Cultural Anthropology 19
Archive Article
Cover Media | Content |
---|---|
![]() Volume : 16 / No. : 1 / Pub. : 2016-01 |
|