MOZAIK HUMANIORA
ISSN 2442-8469
Vol. 15 / No. 2 / Published : 2015-07
Order : 1, and page :131 - 141
Related with : Scholar Yahoo! Bing
Original Article :
The two faces of janus:revolution and violence in surabaya 1945-1949
Author :
- Adrian Perkasa*1
- Asia Reasearch Institute, National University of Singapore
Abstract :
Periode Revolusi khususnya pascaproklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 menduduki peran penting dalam sejarah Indonesia. Di Surabaya, yang menjadi batasan spasial penelitian ini, terjadi berbagai peristiwa yang berujung pada konflik pada bulan Oktober hingga November 1945. Peristiwa tersebut kemudian diabadikan oleh pemerintah dan ditetapkan sebagai Hari Pahlawan. Sebuah monumen didirikan oleh Presiden Soekarno yang kemudian dikenal dengan nama Tugu Pahlawan menjadi penanda tegas kepahlawanan mereka yang menjadi korban dalam konflik fisik di Surabaya. Tidak bisa dihindarkan terdapat kesan sakralisasi terhadap periode ini. Memori kolektif yang diproduksi dan terus-menerus direproduksi seolah menempatkan sosok pahlawan sebagai orang yang berjuang dengan mengangkat senjata. Periode yang penuh konflik dan menggambarkan masa Revolusi ini tidak bisa tidak lekat dengan kekerasan. Penelitian ini berupaya memperlihatkan wajah kekerasan pada masa tersebut serta sejauh mana aparat resmi negara terlibat di dalamnya. Dengan menggunakan metode penelitian sejarah, khususnya pendekatan sejarah baru atau new history yang digagas oleh Alun Munslow, penelitian ini menggali historiografi Surabaya dan Jawa Timur tentang apa yang sesungguhnya terjadi pada periode Revolusi. Keasyikan para pemuda yang didapatkan ketika berusaha menembaki orang-orang Belanda, Jepang, dan Tionghoa sebanyak mungkin seharusnya dimaknai sebagai wajah Revolusi yang memang berkelindan dengan kekerasan ibarat bermuka dua seperti Dewa Janus, bukan dengan reproduksi memori yang naif bahkan narsistis. Penelitian ini diharapkan dapat mengundang penelitian dalam topik serupa untuk menghasilkan interpretasi yang mungkin berbeda.Kata kunci: kekerasan, revolusi, Surabaya, sejarah baruAbstractRevolution period, particularly after the declaration of independence on August 17, 1945, occupies an important role in the history of Indonesia. In Surabaya, which is the spatial limitation of this study, there was a variety of events leading to the conflict in October and November 1945. The event was later commemorated by the government and designated as Heroes' Day. A monument was established by President Sukarno, which was then well-known as the Tugu Pahlawan, became a marker for the heroes being the victims of physical conflicts in Surabaya. There is undoubtedly impression of sanctification to this period. Collective memory was produced and has been continuously reproduced in such a way that the so-called heroes are those struggling with raised arms. Periods of conflict illustrating this revolutionary period cannot be detached from violence. This study aims to show the face of violence in the period and the extent to which the official state apparatus was involved in it. By using the method of historical research, especially new history approach initiated by Alun Munslow, this study explores historiography of Surabaya and East Java about what actually happened in the period of the Revolution. The preoccupation of the youth when shooting at the Netherlands, Japanese, and Chinese should be interpreted as the face of the Revolution which is intertwined with violence like the two-faced Janus, instead of the naïve and narcissistic reproduction of memory. This study is expected to invite research in the same subject to confirm the finding or even offer new interpretations.Keywords: new history, revolution, Surabaya, violence
Keyword :
new history, revolution, Surabaya, violence,
References :
Frederick, William,(2002) Shadows of an Unseen Hand: Some Patterns of Violence in the Indonesian Revolution 1945-1949 N/A : KITLV Press
Archive Article
Cover Media | Content |
---|---|
![]() Volume : 15 / No. : 2 / Pub. : 2015-07 |
|