Jurnal THT - KL
ISSN 23378417
Vol. 5 / No. 1 / Published : 2012-01
Order : 3, and page :28 - 43
Related with : Scholar Yahoo! Bing
Original Article :
Waardenburg syndrome within a family (a case report)
Author :
- Angie Rennatha A.S*1
- Haris Mayagung Ekorini*2
- Mahasiswa Fakultas Kedokteran
- Dosen Fakultas Kedokteran
Abstract :
Ketulian merupakan salah satu masalah pada anak yang akan berdampak pada perkembangan bicara, sosial, kognitif dan akademik. Ketulian dapat disebabkan karena kelainan bawaan (kongenital) atau didapat (acquired).1 Di negara maju, angka tuli bawaan berkisar antara 0,1 - 0,3 % kelahiran hidup, sedangkan di Indonesia berdasarkan survei yang dilakukan oleh departemen kesehatan di 7 propinsi pada tahun 1994 - 1996 yaitu sebesar 0,1 %. Tuli bawaan di Indonesia diperkirakan sebanyak 214.100 orang bila jumlah penduduk sebesar 214.100.000 juta. Jumlah ini akan bertambah setiap tahun dengan adanya pertambahan penduduk akibat tingginya angka kelahiran sebesar 0,22%.2 Tuli bawaan merupakan ketulian yang terjadi pada seorang bayi disebabkan faktor yang mempengaruhi kehamilan maupun pada saat lahir. Tuli bawaan dapat berupa herediter (tuli genetik) dan non genetik. Tuli bawaan non genetik dipengaruhi kondisi ibu selama hamil dan saat lahir.3 Sindrom Waardenburg merupakan salah satu tuli bawaan yang bersifat herediter (genetik). Sindrom ini pertama kali ditemukan oleh dokter ahli mata yang berasal dari Belanda bernama Petrus Johannes Waardenburg pada tahun 1947. Pada awalnya dia mendapatkan kumpulan gejala berupa distopia kantorum, warna pigmen mata berbeda (heterokromia) dan ketulian.1,4 Pada tahun 1951, setelah mengidentifikasi pasien lain dengan gejala yang sama, Waardenburg mengklasifikasikan pasien dengan gejala tersebut menjadi sindrom Waardenburg tipe I. Pada tahun 1971, Arias mendefinisikan sindrom Waardenburg tipe II.5 Selanjutnya pada tahun 1981, Shah dan peneliti lain menemukan bayi dengan penyakit Hirschprung dan white forelock yang diklasifikasikan menjadi sindrom Waardenburg tipe IV. Kemudian pada tahun 1983, Klein menemukan pasien dengan gejala tipe I disertai dengan kelainan hipoplasia lengan dan arthrogyposis pada tangan dan pergelangan tangan, yang kemudian diklasifikasikan menjadi sindrom Waardenburg tipe III.6 Sindrom Waardenburg adalah kumpulan kondisi genetik yang meliputi tuli sensorineural (SNHL) dan perubahan pewarnaan (pigmentasi) dari kulit, rambut, dan mata. Tuli sensorineural pada sindrom ini dapat bervariasi dari normal, sedang sampai berat yang dapat terjadi dalam satu atau kedua telinga.7 Sindrom Waardenburg diklasifikasikan menjadi empat tipe. Tipe yang paling sering ditemukan adalah tipe I dan tipe II, dua tipe yang lebih jarang yaitu tipe III dan tipe IV.7 Pada laporan kasus ini dilaporkan suatu sindrom Waardenburg yang muncul pada 3 generasi dalam 1 keluarga.
Keyword :
References :
Johnson R, Greinwald J,(2006) Genetic hearing loss. In: Bailey BJ, Johnson JT, Newland SD, eds. Head and neck surgery, 4th ed. p.1303-15 : Churchil Livingstone: Williams & Warwick
Purnami N,(2006) Deteksi dan intervensi dini. Dalam : Mulyarja, Soedjak S, Kentjono WA, et al, eds. Otitis media dan permasalahannya serta kemajuan implantasi koklea. p. 97-105 : Surabaya: PKB V THT-KL
Deborah LC, Hilary LR.,(2006) Pediatric audiology. In: Bailey BJ, Johnson JT, Newland SD, eds. Head and neck surgery, 4th ed. p. 1277-88 : Churchil Livingstone: Williams & Warwick
Lattig MC, Gelvez N, Plaza SL, et al.,(2008) Deafness on the island of Providencia - Colombia: different etiology, different genetic counseling. 19(4): 403-12 : Genet Couns
Reardon W.,(2007) Newly emerging concepts in syndromology relevant to audiology and otolaryngology practice. In: Martini A, Stephens D, Read AP, eds. Genes, hearing, and deafness. p.49-51 : Philadelphia: Informa Uk Ltd
Archive Article
Cover Media | Content |
---|---|
![]() Volume : 5 / No. : 1 / Pub. : 2012-01 |
|